Senin, 22 Februari 2016

Bacaan Bagus untuk si Jomlo (re:Jomblo)

Menjadi Jomblo yang Sakinah, Muntijah wa Barokah

Semua manusia religius pasti ingin membentuk keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah. Sebuah keluarga yang menenteramkan jiwa, memberikan balutan cinta, kasih dan sayang, sehingga kehidupan menjadi indah dan bahagia.

Namun keinginan untuk membentuk keluarga kadang harus menghadapi realitas yang berbeda, misalnya karena belum segera ketemu jodohnya. Sudah sangat ingin menikah, namun belum juga datang jodoh yang sesuai kriteria. Orang-orang yang belum menikah ini sering kali disebut dengan istilah gaul sebagai “Jomblo”.

Konon, kata jomblo berasal dari bahasa Sunda, JOMLO, yang artinya gadis tua. Dalam pengucapan, rupanya lebih enak dengan tambahan huruf “b”, sehingga menjadi jomblo. Ternyata kata jomblo tidak dijumpai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adanya kata jomlo.

Namun saat ini, kata jomblo sudah sangat populer untuk menyebut mereka yang masih lajang atau belum maupun sedang tidak berpasangan. Seseorang menjadi jomblo ada sangat banyak sebab. Ada yang disebabkan belum siap menikah karena faktor usia, ada yang karena tengah menunggu datangnya jodoh, ada yang karena menjanda atau menduda setelah bercerai ataupun ditinggal mati pasangan tercinta, atau sebab-sebab lainnya. Ada pula “jomblo sementara” karena tinggal secara terpisah dari pasangan, seperti orang yang menjadi TKI dan TKW di manca negara. Situasi dan kondisi para jomblo tentu tidak sama. Apapun sebabnya, namun kondisi jomblo ini sesungguhnya bukanlah penghalang untuk menjalani kehidupan dengan penuh kebaikan.

Maka jika anda masih jomblo, atau tengah berstatus jomblo, hendaknya menjadi jomblo yang Sakinah (tenang), Muntijah (produktif) wa Barokah (penuh nilai tambah kebaikan). Jomblo yang kehidupannya lurus, produktif dan penuh berkah. Jomblo yang membawa nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Seperti apakah jomblo yang sakinah, muntijah dan barokah itu?

Jomblo Sakinah

Yang dimaksud dengan sakinah adalah ketenangan, ketenteraman atau kedamaian. Para jomblo bisa mendapatkan kondisi sakinah dari kegiatan ibadah ruhaniyah dan usaha pendekatan diri kepada Allah.

Bagi jomblo muslim, ketenangan bisa anda dapatkan dengan menjalankan ibadah yang diwajibkan, maupun ibadah yang disunnahkan. Karena semua aktivitas ibadah akan mendatangkan ketenangan jiwa dan ketenteraman raga. Jomblo muslim bisa memperbanyak tilawah Al Qur’an, dzikir, istighfar, shalat malam, puasa sunnah, dan lain sebagainya.

Selain itu anda juga bisa merutinkan diri mendatangi majlis ilmu, pengajian, dan kegiatan positif bersama orang-orang salih. Dengannya anda akan selalu mendapat ketenangan dan ketenteraman. Anda akan menjadi jomblo yang damai dan tidak lebay. Jomblo yang tidak sakinah berpotensi merusak diri dan lingkungan.

Betapa banyak kegiatan “pelarian” dari perasaan kesepian, atau pelarian dari permasalahan, dengan mabok, narkoba, pergaulan bebas, tawuran dan lain sebagainya. Mencari kesibukan dan kegiatan yang tidak konstruktif, karena kegelisahan jiwa yang tidak mendapat penyaluran secara benar dan positif.

Jomblo yang teler, jomblo yang tawuran, mabok, pergaulan bebas, jomblo yang merusak, merampok, menjarah dan membikin keonaran, adalah jomblo yang gelisah. Mereka jauh dari nilai-nilai sakinah, karena tidak melakukan pendekatan diri kepada Allah, tidak melakukan ibadah dengan kesungguhan hati. Akhirnya terjebak dalam perilaku hedonis, memuaskan kesenangan sesaat, dan akhirnya terjatuh dalam kubangan ketagihan yang sulit dikendalikan.

Jomblo Muntijah

Yang dimaksud dengan muntijah adalah produktif. Bukan hanya tenang dan damai, di saat yang sama anda harus menjadi jomblo penuh karya, kreatif, inovatif, produktif dan konstruktif.

Anda harus melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Betapa banyak orang-orang yang menorehkan karya terbaik bagi negara, memberikan sumbangan berupa karya ilmiah, prestasi, penemuan, kejuaraan, dan lain sebagainya.

Inilah yang dimaksud dengan muntijah. Bangsa ini memerlukan sumbangan karya dan kreativitas dari semua pihak, untuk memajukan dan membangun masyarakat.

Betapa banyak hal bisa dilakukan untuk memberikan karya terbaik, prestasi terindah, torehan citra kebaikan bagi bangsa dan negara, dimanapun kita berada.

Jika para jomblo selalu produktif dalam karya kebaikan, di bidang keahlian dan keunikan masing-masing, akan memberikan banyak kemanfaatan yang konstruktif bukan hanya bagi diri sendiri, namun juga bagi bangsa dan negara.

Perhatikan manajemen waktu anda. Sejak dari bangun tidur pagi hari, lakukan hal-hal yang produktif. Melakukan kegiatan rutin, apakah sekolah, kuliah, bekerja, olah raga, membaca, mengaji, ibadah, silaturahim, dan hal-hal produktif lainnya. Sampai saatnya anda tidur kembali di malam hari untuk istirahat, tidur pun dalam konteks yang produktif. Yaitu tidur yang benar-benar memberikan rehat bagi jiwa dan raga. Tidur nyenyak yang memberikan tenaga untuk keesokan harinya. Bangunnya produktif, tidurnya juga produktif.

Dalam lintasan sejarah Islam, ada banyak ulama yang tidak menikah hingga akhir hayat mereka. Namun mereka sangat produktif dalam kebaikan. Sebutlah Abu Ja’far Ath Thabari. Beliau ahli dalam berbagai disiplin ilmu, seperti tafsir, hadits, fikih, ushul fikih, qira’at, sejarah, lughah, nahwu dan sastra. Beliau dikenal pula dengan sebutan Ibnu Jarir Ath Thabari. Kitab tafsirnya yang sangat terkenal berjudul Jami’ Al Bayan fi Wujuhi Ta’wili Ayyi Al Qur’an. Al Khathib menceritakan bahwa setiap hari Ibnu Jarir menulis kitab sebanyak 40 lembar selama 40 tahun. Bisa kita bayangkan berapa banyak kitab telah ditulisnya dalam waktu tersebut.

Ada pula Abu Qasim Az Zamakhsyari, seorang imam yang sangat mendalami tafsir, sastra, ilmu nahwu dan ilmu bahasa. Telah menyusun banyak kitab dalam bidang tafsir, hadits gharib, ilmu nahwu dan lain sebagainya, seluruhnya berjumlah sekitar 50 kitab. Kitab tafsirnya berjudul Al Kasyaf fi Tafsiril Qur’an. Az Zamakhsyari tidak menikah sampai akhir hayat beliau, dan beliau menganggap memiliki banyak kitab lebih utama daripada memiliki anak.

Ada pula Imam An Nawawi. Seluruh waktu beliau habiskan untuk mengkaji, menulis kitab, mengajarkan ilmu, beribadah, berdzikir kepada Allah serta melaksanakan puasa wajib maupun sunnah. Di antara kitab yang sangat terkenal karya beliau adalah Syarh Shahih Muslim, Riyadhus Shalihin, Al Adzkar, Al Arba’in dan Fatawa. Beliau tidak menikah sampai akhir hayatnya, dan  berkonsentrasi pada menambah dan mengajarkan ilmu serta beribadah kepada Allah.

Demikian pula Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau adalah seorang imam besar yang mengarang sekitar 500 kitab, beliau hafizh, ahli fikih, mujtahid, ahli tafsir dan ahli zuhud. Waktu beliau habis untuk mempelajari ilmu, menulis dan mengajarkan ilmu. Buku-buku beliau menjadi rujukan hingga saat ini di berbagai belahan bumi. Sampai akhir hayatnya, beliau tidak menikah, namun meninggalkan karya abadi yang sangat bermanfaat bagi umat berupa kitab-kitab. Di antaranya adalah Siyasah Syar’iyah.

Mereka ini adalah para ulama yang salih nan alim. Hendaknya kita semua mengambil pelajaran dari semangat dan motivasi mereka dalam melakukan hal-hal produktif bagi kebaikan. Maka jika anda menjadi jomblo, jangan menjadi jomblo yang menganggur, merana, melamun, membuang waktu dengan keluyuran yang tidak produktif. Jangan menjadi jomblo yang kerjanya sekedar kongkow tanpa melakukan hal-hal yang membawa produktivitas. Jangan menjadi jomblo yang bingung dengan apa yang akan dilakukan, tidak tahu apa yang harus dikerjakan.

Sangat sayang bahwa masa-masa emas produktivitas hilang begitu saja, karena larut dalam pergaulan yang tidak membawa kemanfaatan kebaikan.

Jomblo Barokah

Di antara makna kata barokah (Arab : al-barokah) adalah bertambahnya kebaikan. Waktu yang anda miliki harus mampu memberikan sangat banyak kemanfaatan kebaikan bagi orang lain, dengan memberikan kontribusi optimal dalam berbagai bidang kehidupan.

Di sinilah nilai barokah itu. Selalu memberikan nilai tambah kebaikan, bukan hanya bagi diri sendiri, namun juga bagi orang lain. Jika anda menjadi jomblo yang sakinah dan muntijah, maka segala kegiatan hidup anda akan melipatgandakan nilai kebaikan. Seakan-akan hanya melakukan suatu kegiatan kecil, padahal ternyata nilai kemanfaatan dan nilai produktivitasnya sangat besar bagi orang lain.

Ada nilai tambah kebaikan yang anda berikan, bahkan mungkin saja tidak anda sadari. Ketika anda selalu berada dalam jalan kebenaran dan kebaikan, hal ini telah menyelematkan bukan saja diri anda, namun juga keluarga, masyarakat bangsa dan negara.

Tidak bisa dibayangkan bagaimana masa depan bangsa dan negara di Indonesia, jika generasi mudanya berada dalam kubangan penyimpangan. Bayangan Indonesia yang kuat dan bermartabat sudah pasti akan segera lenyap dan tidak bisa diharapkan jika generasi penerus bangsa tidak memiliki jati diri yang mulia.

Maka jangan menjadi jomblo lebay, yang meresahkan diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Tapi jadilah jomblo yang sakinah, muntijah wa barokah. Tentu saja, anda harus berusaha untuk mendapatkan jodoh, agar bisa membentuk keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah serta penuh berkah melimpah.

Selengkapnya : http://m.kompasiana.com/pakcah/menjadi-jomblo-yang-sakinah-muntijah-wa-barokah_56c14e30737a61aa1d100241

Kamu "semut" atau "cicak" ?

Dimana kakimu berpijak?

Tatkala tubuh Nabi Ibrahim alaihi salam dilempar ke kobaran api yang disiapkan oleh Namrud ibn Kan'an, seorang Raja yang pertama kali mengaku bahwa dirinya Tuhan dari Babil (dikenal juga dengan Babilonia, sebuah kerajaan besar di kurun 2275-1943 SM di selatan Mesopotamia, sekarang Irak), dikisahkan ada dua ekor binatang yang turut 'berpihak dan berkontribusi' baik terhadap Nabi Ibrahim as atau kepada Namrud. Kedua binatang tersebut adalah semut dan cicak.

Semut tersebut berlari-lari dengan susah payah berusaha memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim as dengan membawa butiran air di mulutnya.

Semua heran dan bertanya, "Wahai semut untuk apa kamu bawa butiran air kecil itu, tidak akan ada gunanya dibanding dengan api Namrud yang akan membakar Nabi Ibrahim?"

Semut itu menjawab, "Memang air ini tidak akan bisa memadamkan api itu, tapi paling tidak semua akan melihat bahwa aku dipihak yang mana".

Di sisi lain, cicak ikut meniup api yang dibuat oleh Namrud agar semakin membesar. Memang tiupan cicak tidak seberapa dan tidak akan membesarkan kobaran api itu, tapi dengan apa yang dilakukannya semua tahu cicak ada di pihak yang mana.

Akibat keberpihakannya ini, cicak dianjurkan untuk dibunuh.

"Dari Sa'ad ibn Abi Waqqash bahwasannya Nabi Muhammad saw memerintahkan untuk membunuh cicak. Dan beliau menamakannya (cicak ini) hewan kecil yang fasik" (HR. Muslim)

“Dahulu ia meniup api yang membakar Nabi Ibrahim as.” (HR. Bukhari dari Ummu Syarik)

Maraji': Shahih Qashashil Anbiya’ (Ibnu Katsir)

***

Lalu, di manakah keberpihakan kita saat ini? Di golongan 'semut' yang membela kebenaran atau di golongan 'cicak' yang membela kefasikan?

SILAKAN BERGABUNG di Telegram Channel:  @Oemita_Syameela ▶️ KLIK : https://goo.gl/tnoGcI

Kamis, 11 Februari 2016

Telinga Mendengar Jiwapun Ingkar

Assalamu'alaikum,

Betapa banyak pembangkangan kepada Alloh ta'ala terjadi di dalam kehidupan ini. Berbagai syariat Alloh ta'ala diamputasi oleh umat islam sendiri. Bukannya mereka tidak mendengar, bukan pula karena tidak mengerti dengan ayat Alloh ta'ala. Mereka mendengar ayat-ayat Alloh ta'ala dibacakan kepada mereka. Mereka juga mengerti bahwa perintah dan hukum Alloh  ta'ala wajib untuk dilaksanakan. Namun, seringkali mereka enggan, berat hati, banyak alasan, dan pada akhirnya ingkar dengan perintah Alloh ta'ala.

Realita pembangkangan ini bisa kita lihat bahwa hukum thagut, budaya jahiliyah, dan adat istiadat nenek moyang seringkali menjadi tandingan hukum dan perintah Alloh ta'ala. Ketika terjadi pertentangan antara keduanya bukan hukum Allah yang didahulukan, namun aturan dan hukum selain Alloh ta'ala yang justru diterapkan. Musibah, ya… benar-benar musibah yang besar ketika manusia membangkang dari hukum Alloh ta'ala. Banyak hal yang menyebabkan manusia membangkang dari perintah Alloh ta'ala. Di antara sebab pembangkangan tersebut adalah tipisnya keimanan sehingga gagal melahirkan jiwa sami’na wa atho’na (kami mendengar dan kami taat).

"Berbagai Pembangkangan di Dalam Kehidupan"

Jika kita urai banyak sekali pembangkangan dalam kehidupan ini baik pada individu, keluarga, dan masyarakat. Semuanya mencerminkan sifat tidak tunduk dengan apa yang disyariatkan Alloh ta'ala.

1.Pembangkangan Individu
Syariat dan hukum Alloh yang bersifat individu sangatlah banyak. Sholat fardhu lima waktu misalnya. Banyak pribadi yang mengaku muslim namun masih meninggalkan sholat wajib. Alasan mereka berbagai ragam. Ada yang malas, sibuk, acuh-tak acuh, ngribetin, atau bahkan sekedar buang-buang waktu saja menurut mereka. Adzan yang berkumandang sehari lima kali sama sekali tidak menggugah jiwa mereka. Seruan agung “hayya alash sholah, hayya alal falah/ marilah kita sholat, marilah kita menuju kepada kemenangan” selalu berlalu begitu saja. Selangkahpun kaki mereka tak mampu bergerak menuju masjid. Padahal, mereka boleh jadi orang-orang yang kuat mendaki gunung tinggi dan bolak-balik ke luar negeri. Lalu, di manakah mereka dengan hadits yang sangat agung ini?

بَيْنَ العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ وَالإِيْمَانِ الصَّلَاةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَكَ

“Pemisah Antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat. Jika ia meninggalkannya, maka ia melakukan kesyirikan.” (HR. Ath Thobari dishohihkan Syaikh Al Albani).

Bukan hanya sholat, kewajiban menutup aurat dengan jilbab bagi muslimah masih terlalu banyak diabaikan oleh para muslimah di negeri ini. Padahal, mayoritas penduduk negeri ini adalah muslim. Terkadang susah dibedakan antara zhohir wanita muslimah dengan wanita kafir karena penampilan yang tidak islami. Kondisi ini diperparah dengan celotehan ngawur tokoh-tokoh liberal yang menyatakan bahwa jilbab hanya sekedar budaya Arab bukan perintah Alloh ta'ala. Dampaknya, justru wanita muslimah yang berjilbab syar’i yang dituduh aliran sesat, aneh, teroris, fundamentalis, ekstrimis dan semisalnya. Padahal, justru merekalah yang sebanarnya aneh. Ya, sangat aneh karena mengaku muslimah namun enggan menutup aurot. Ajaran Islam dari manakah seperti itu?

2.Pembangkangan dalam masyarakat
Meskipun mayoritas masyarakat di negeri ini adalah muslim, namun masyarakat islami belum terwujud sepenuhnya dalam kehidupan. Dominasi masyarakat masih diwarnai dengan dominasi jahiliyah. Hal ini bisa kita saksikan dengan berbagai pembangkangan masyarakat terhadap aturan-aturan Alloh ta'ala.
Budaya pacaran telah dianggap budaya yang sah-sah saja. No problem, yang penting tidak sampai kumpul kebo kata mereka. Sebagian orang tua ada yang merasa resah ketika putrinya tidak pernah disambangin pemuda abal-abal untuk mengajak kencan dan pacaran. Banyak pemuda dan pemudi yang justru minder karena berstatus jomblo karena selalu dikecengin oleh teman sepergaulan. Tidak hanya pacaran, ikhtilath, bersalaman dengan lawan jenis saat berjumpa juga telah menjadi budaya masyarakat kita. Bahkan, kasus hamil di luar nikah semakin “dimaklumi” masyarakat karena saking banyaknya modus tersebut terjadi di kota sampai di desa-desa. “Ujung-ujungnya juga sama, akhirnya toh dinikahkan juga” celoteh mereka.

Masih banyak pembangkangan syariat islam di masyarakat yang dianggap biasa seperti budaya suap-menyuap, ghibah/gosip, memanggil dengan julukan dan panggilan jahiliyah dan masih banyak lagi. Realita ini seringkali terjadi bukan hanya karena faktor kebodohan saja. Banyak elemen masyarakat yang sebenarnya mengerti namun tidak suka jika nilai-nilai islam membahana di masyarakat. Allohul Musta’an.

3.Pembangkangan dalam lingkup negara
Hari ini banyak negara yang mayoritas penduduknya kaum muslimin namun tidak menerapkan hukum Alloh ta'ala. Undang-undang yang diterapkan pun juga bukan undang-undang yang bersumber dari hukum Alloh, namun justru dari hukum-hukum jahiliyah. Akhirnya, kaum muslimin sendiri justru menjadi korban berbagai macam kezholiman. Miras dan narkoba menyebar dimana-mana, perzinaan didukung dan dilokalisasi terang-terangan, riba dihalalkan, aliran-aliran sesat bebas bergerak merekrut massa, paham liberalisme, sekulerisme, pluralisme beragama malah dibiarkan merusak generasi bangsa, pergaulan bebas dan budaya barat dan sex bebas melibas generasi muda melalui berbagai media.

Ironisnya tidak sedikit kaum muslimin yang ketika diseru kepada Islam yang kafah/ sempurna justru phobia. Ada yang meragukan syariat Islam, ada yang benci, dan ada juga yang memang lebih memilih hukum aturan jahiliyah. Sedikit sekali orang-orang yang sami’na wa atho’na dengan perintah Alloh ta'ala. Kebanyakan mereka mendengar namun tidak tunduk kepada perintah Alloh. Semoga Alloh ta'ala menjadikan hati kita tunduk kepada setiap syariat Alloh Subhanahu wa ta'ala.

"Jangan seperti Bani Isroil"

Mendengar kebenaran namun mengingkari dan menolaknya adalah salah satu ciri utama kaum Bani Isroil. Alloh ta'ala menjelaskan hal tersebut di dalam firman-Nya.

“Orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari hakikat yang sesungguhnya. (mengubah arti kata-kata, tempat atau menambah dan mengurangi). mereka berkata, “Sami’na wa ‘ashoina/Kami mendengar”, tetapi Kami tidak mau menaatinya. Mereka juga mengatakan, “Dengarlah” sedang kalian sebenarnya tidak mendengar apa-apa karena ketulian hati mereka. Merekapun mengatakan, “Raa’ina” (kata ejekan kebodohan kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wasallam), dengan bersilat lidah serta mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan : “sami’na wa atho’na/kami mendengar dan kami taat, dengarkanlah, dan perhatikanlah kami”, tentulah hal itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat. Akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. mereka tidak beriman kecuali iman yang sedikit sekali.(QS. An Nisa’ [46]:46)

Begitulah karakter Bani Isroil yang terkenal dengan pembangkangannya kepada Alloh ta'ala dan para Nabi-Nya. Mereka mendengar perkataan yang haq namun hati mereka mengingkarinya. Hasad, sombong, dan angkuh memenuhi jiwa mereka sehingga kebenaran yang didengar tidak menjadikan jiwanya tunduk terhadap syariat Alloh ta'ala. Sungguh rugi jika sifat ini ada pada diri, masyarakat, dan bangsa kita. Semoga Alloh ta'ala selamatkan kita dari itu semua.

"Dengarkan dan ikuti yang terbaik!"

Orang yang berakal adalah mereka yang mendengar dan mengikuti perkataan yang terbaik. Meskipun terkadang kebenaran yang ia dengar sangat pahit dan bertentangan dengan hawa nafsunya, namun ia tidak menolaknya. Ia mencoba berlapang dada karena yang ia cari adalah kebenaran dari siapaun datangnya. Mereka- mereka itulah pemilik jiwa yang sehat dan fitrah yang lurus. Sungguh beruntung siapa saja menyimak perkataan lalu mengikuti yang terbaik untuk menjadi pribadi yang sami’na wa atho’na. Sungguh indah sekali firman Alloh ta'ala berikut ini.

“Orang-orang yang mendengarkan perkataan kemudian mengikuti apa yang terbaik dari apa yang mereka dengar (ajaran Al-Qur’an) mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk. Mereka itulah orang-orang yang berakal.” (QS. Az Zumar[39]:18)

Wallahu'alam,
Wassalamu'alaikum.

Kamis, 04 Februari 2016

Bahagia itu dekat

Sore itu sesaat pulang kantor, saya mampir disebuah kedai soto di jl. Gusti Ngurah Rai, Klender (Bekasi)......
Memesan semangkok soto dan duduk membaca koran menunggu macet yg blm juga terurai.

Seorang Ibu setengah tua dg 2 anak, penampilan sederhana masuk:
"Mas, berapa harga semangkok soto ?" Tanya ibu. "Rp10.000 Bu". kata penjual soto dg senyuman.

"Kedua anak saya sungguh ingin makan soto, tapi uang saya hanya Rp 7000, apa bisa dibuat 2 porsi walau hanya kuah dan sedikit mie, tak menjadi masalah ?" tanya ibu sedikit Ragu.

"Oh, mari Bu masuk, silahkan duduk". Kata mas penjual soto.

tak lama 3 mangkok soto berukuran besar sudah dihidangkan di depan...

"Tapi uang saya hanya Rp 7000...Mas ?" Tanya ibu sekali lagi dg sedikit ragu.
sang ibu masih punya harga diri untuk tdk meminta penuh.

"Oh...gpp bu, ibu bertiga makan saja dan simpan uang ibu".
Ibu itu tersenyum dan membungkukan 1/2 tubuhnya.

Saya tersenyum kagum, melihat kebaikan penjual soto...

5 menit setelah ibu dan anak beranjak pergi, seorang pemuda yg dari tadi duduk dipojok membayar dg uang Rp 100.000 dan pergi begitu saja.

"Mas, ini kembaliannya." kata tukang soto.

"Saya makan 1 mangkok dan 1 bungkus kerupuk, sisanya untuk bayar Ibu dan 2 anak tadi Bang." Kata pemuda itu sambil menghidupkan sepeda motornya.

Saya benar2 terpesona, dg kebaikan2 yg dihadirkan di depan mata.
Si ibu miskin yg jujur yg tak mudah meminta ....
penjual soto yg baik dan pemuda yg pemurah...
dan sayapun kecipratan kebahagiaan krn melihat kejadian itu.

Jika saja setiap orang tdk melulu menggunakan hukum dagang dan transaksional, tentu pintu2 kesempatan berkah akan banyak dibuka.

Berbuat baik itu indah....Jika saja setiap orang lebih dahulu MEMBERI (GIVER) bukan MEMINTA (TAKER), dunia akan tersenyum,

(Kiriman dari seorang sahabat yang baik hati)
Semoga bermanfaat untuk semua.

Untuk menambah kebaikan kita, boleh anda bagikam kepada sahabat-sahabat anda