Kamis, 21 Juli 2016

Sebuah Renungan

Mohon maaf tidak bermaksud mengajari. Sekedar renungan
Copas...sebelah begini :


Pernahkah
sesama orang pelit
bersatu, misal membuat asosiasi atau komunitas?

Hehe..
nggak pernah.

Ternyata
orang pelit saja
nggak suka sama orang pelit lainnya.
Betul?

Apalagi
orang dermawan

Orang pelit,
adakah gunanya?

"Orang dermawan dan orang pelit, semuanya berguna bagimu.

Orang
dermawan,
memberimu pertolongan.

Orang pelit,
memberimu pelajaran.

Siapkan dirimu. Sesederhana itu.

Demikianlah pesan guru saya beberapa tahun yang lalu.

Sebelum anda mengikuti pesan-pesan pada tulisan ini, ada baiknya anda memilih posisi duduk yang nyaman.

Bukan apa-apa.
Agar tulisan berikut bisa anda nikmati dan hayati sepenuh hati.

Boleh?

Dan ini
pertanyaan pertama saya:

anda
pilih mana,
mentraktir atau ditraktir?

Begini...

Kalau
kita minta2,
otak bawah sadar
akan merekam,

"Aku
tidak mampu
dan pantas dikasihani."

Kemampuan kita akan melemah.

Sayangnya, betapa banyak orang di sekitar kita yang bersikap begitu.

Jangan-jangan anda juga termasuk, hehehe.

Hm, ngarep-ngarep ditraktir, malu dikit napa?

Ayo
miliki
#MentalKaya!

Diberi,
yah terima.

Nggak diberi,
jangan ngarep-ngarep,
jangan minta-minta.

Nabi Muhammad sering diberi hadiah dan itu diterima oleh Nabi.

Tapi, Nabi nggak pernah minta-minta.

Harga diri pun terjaga.

"Sesiapa yang meminta sesuatu kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka ia telah memakan bara api,"
(HR Ahmad)

Traktir dong!
Minta dong!
Gratis dong!
Oleh-oleh dong!

Pernah mendengar kalimat-kalimat itu?

Sering kayaknya.

Awal-awalnya cuma iseng, lama-lama jadi kebiasaan. Berurat-berakar.

Ketika kemudian diingatkan, sudah tidak mempan lagi.

Misal :
kita perlu
atau mau sesuatu,
tapi nggak punya uang, terus gimana?

Yah kerahkan tenaga.

Umpama,
anda ingin nonton konser Afgan atau Wali,
tapi nggak punya uang.

Yah kerahkan tenaga.

Dekati panitianya dan jadilah penjual tiketnya (reseller).

Begitu terjual 5 atau 10 tiket, sepertinya anda boleh masuk secara cuma-cuma.

Sekali lagi,
~ kerahkan tenaga anda,
~ berikan jasa anda.

Bukan memelas apalagi memamerkan kemiskinan.

Maaf,
ini contoh saja.
Agar anda dan saya punya mental kaya.

Oleh
karena itu,
Janganlah minta2 pulsa,
apalagi minta-minta saham. Maaf, sedikit ngelantur, hehehe.

Ingat ini.
Walaupun kaya,
tapi ia masih minta-minta pada sesama dan mempermalukan diri,

itulah mental miskin.

Kalau
mental kaya?
Walaupun belum kaya,
ia terus berbagi dan menjaga harga diri.

Anda pilih mana?

Saya menulis ini bukan untuk nyinyir atau nyindir siapapun.

Apalagi saya pribadi pernah hidup miskin selama belasan tahun.

Satu hal lagi.

Sahabat sejati akan selalu men-support bisnis temannya.

Ini juga mental kaya.

Bukannya malah murah-murahin. Sekiranya teman ngasih diskon,
yah terima.

Te-ri-ma.
Z
Tapi kita jangan minta-minta apalagi sampai murah-murahin.

Kan kasihan teman kita.y

Wong bisnisnya belum gede-gede amat.

Dulu teman saya buka bisnis ticketing.
Saya pun membeli tiket dari dia. Selalu.
Padahal, kadang harga tiketnya 5% lebih mahal daripada tempat lainnya.

Nggak masalah, saya beli terus. Karena saya bisa memaklumi. Kan dia baru buka usaha, yah wajar kalau harganya belum kompetitif.

Sekiranya saya dukung terus in sya Allah harganya akan kompetitif.

Dan benar, itulah yang terjadi kemudian.

Yakinlah...

Bahagia bukan lagi ketika mendapatkan.
Melainkan ketika membagi-bagikan.

Itulah sejatinya mental kaya.

Kalaupun mau minta-minta, cukup kepada Sang Pencipta saja.

Ke
makhluk,
mah jangan.
Apalagi ke tuyul,

hehehe.


Kalau  minta sama suami? Hehehe. Apabila dulu anda sudah meminta sama Allah untuk diberikan suami yang soleh, in sya Allah suami yang soleh sudah memberikan sebelum istrinya meminta. Bukankah ciri pria sejati itu 'Sedikit bicara, banyak transfer'? Hahaha.

Saya,
Ippho Santosa,
turut mendoakan agar kita semua memiliki mental kaya.

Aamiin.
Juga kaya beneran.

Aamiin.
In sya Allah bisa,
ketika masing-masing kita sudah pantas.

Karena tulisan ini sangat penting, jangan biarkan berhenti sampai di sini saja

Demi amal jariyah kita sama-sama, akan lebih baik kalau disebarkan kepada saudara dan sahabat anda.

Jumat, 15 Juli 2016

Sholih dan Mushlih

KH.Abdullah Gymnastiar :
Saudaraku, ada orang yg sholih dan ada orang yang mushlih. Orang sholih itu hampir bisa dipastikan disukai oleh semua orang. Sedangkan orang yang mushlih belum tentu disukai oleh semua orang. Mengapa? Karena orang yang sholih itu artinya orang yang baik baru sebatas untuk dirinya sendiri atau sebagai dirinya secara personal. Sedangkan orang yang mushlih itu selain akhlaknya baik secara personal, dia juga mengajak orang lain dan lingkungannya untuk menjadi lebih baik.
Rosululloh Saw. sejak muda sudah sangat dikenal sebagai pribadi yang sholih, akhlaknya mulia dan sangat bisa dipercaya. Semua orang di kota Mekkah menyukainya. Akan tetapi ketika beliau mulai menjadi sosok yang mushlih, sosok yang mengajak orang lain kepada tauhiid, kepada kebenaran dan kebaikan, maka sebagian besar orang-orang di Mekkah tidak menyukainya. Mereka bukan tidak menyukai akhlak Rosululloh Saw. yang mulia, akan tetapi mereka tidak suka diajak kepada nilai-nilai tauhiid.
Alloh Swt. berfirman, “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al Ashr [103] : 1-3)
Jadi orang yang beruntung itu pertama adalah orang yang beriman. Artinya dia harus belajar agar memiliki pemahaman tentang kebenaran, sehingga setelah paham dia menjadi yakin atau iman. Kedua, adalah orang yang mengamalkan pemahamannya dengan cara beramal sholih. Dan yang ketiga, yaitu nasehat-menasehati kebenaran dalam kesabaran.