Ungkapan Kyai Sepuh NU yg sgt bijak utk mengawali langkah dan tentukan pilihan pada muktamar NU ke-33 tahun 2015 di Jombang: #NASIHAT
Di tengah perpecahan umat Islam dewasa ini, nasihat guru Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, Jawa Timur: Kiai Ahmad Dairobi tiba-tiba menyentak umat Islam Indonesia.
Dalam pekan ini, ‘Nasihat Ukhuwah’ Kiai Ahmad Dairobi populer secara viral di media sosial. Berikut nasihatnya:
“Diam-diam ternyata saya menyukai semangat FPI dalam memberantas kemunkaran. Saya tahu, kadangkala ada yang salah dalam aksi mereka. Namun, kesalahan mereka tidaklah seberapa dibanding kesalahanku yang takut dan tak peduli dengan kemunkaran yang merajalela.
Diam-diam ternyata saya menyukai semangat dan ketulusan Jamaah Tabligh dalam meramaikan shalat berjemaah di masjid. Saya tahu, kadangkala ada yang salah dalam tindakan sebagian mereka. Namun, kesalahan mereka tidaklah seberapa dibanding kesalahanku yang tidak melakukan apa- apa saat tetanggaku banyak yang tidak shalat.
Diam-diam ternyata saya menyukai semangat Hizbut Tahrir dalam membangun khilafah. Saya tahu, ada yang salah dalam sebagian konsep khilafah mereka. Namun, kesalahakanku yang tak mau berbuat apa-apa untuk penegakan syariat Islam, jauh lebih besar daripada kesalahan mereka.
Diam-diam ternyata saya menyukai cara berpolitik orang-orang PKS. Saya tahu, mereka banyak dihuni oleh tokoh-tokoh di luar Nahdlatul Ulama; dan yang namanya partai politik pasti cukup banyak kesalahan oknum mereka. Namun, kesalahan mereka tidaklah seberapa dibanding kesalahanku memilih partai yang cenderung sekuler dan anti penerapan syariat Islam.
Bahkan, diam-diam ternyata saya juga suka dengan keberanian Al-Qaidah dalam melawan kezaliman politik Amerika dan Israel. Aku tahu, mereka melakukan beberapa kesalahan, tapi kesalahanku yang tidak peduli dengan nasib umat Islam jauh lebih besar daripada kesalahan mereka.
Dan, dengan terang-terangan saya menyatakan sangat mengagumi Nahdlatul Ulama.
Yakni, NU yang sesuai dengan pandangan Hadratussyekh Kyai Hasyim Asy’ari.
BUKAN NU yang menjadi kendaraan politik.
BUKAN NU yang dipenuhi kepentingan pragmatis.
BUKAN NU yang menjadi pembela Syiah dan Ahmadiyah.
BUKAN NU yang melindungi liberalisme.
Dan, BUKAN NU yang menjadikan Rahmatan Lil Alamin sebagai justifikasi untuk ketidakpeduliannya terhadap perjuangan penegakan syariat Islam.
“Niat saya, agar antar gerakan Islam saling menjaga ukhuwah. Jangan sampai ashobiyyah dan fanatik buta pada organisasi masing-masing menutup pintu kebaikan kelompok lain.”